MATARAKYAT.info, MAKASSAR | Tanggal 23 April 2023 genap setahun meninggalnya Virendy Marjefy Wehantouw saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala 09 Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas).
Peringatan seratus hari kepergian mahasiswa semester 3 jurusan Arsitektur pada FT Unhas yang tewas secara tragis dengan sejumlah luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya ini masih menyisakan kejanggalan di hati pihak keluarga maupun tanda tanya besar di ruang publik.
Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum kepada media Minggu (23/04/2023) petang mengemukakan, hingga saat ini belum ada tanda-tanda sama sekali bahwa pihak kepolisian akan mengumumkan nama-nama tersangka selepas gelar perkara di Polda Sulsel yang dihadiri juga pihak keluarga dan kuasa hukum, pihak Propam dan Irwasda Polda Sulsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Direktur Kantor Pengacara dan Komsultan Hukum YK & Partner ini, keterangan terakhir dari pihak Kepolisian Resor (Polres) Maros yang dalam hal ini disampaikan oleh Kanit Tipidum Satreskrim Polres Maros, Ipda Wawan Hartawan, menyebutkan bahwa pengumuman tersangka menunggu rekomendasi secara resmi dari Polda Sulsel.
Namun faktanya, hampir satu bulan berlalu belum juga ada kepastian semenjak diadakannya gelar perkara pertama di Polda Sulsel, sementara tekanan publik mulai terasa kepada pihak kuasa hukum, terutama pers yang menginginkan kejelasan status hukum Almarhum Virendy yang menyulut perhatian masyarakat luas ini.
Belum cukup dengan hal tersebut, juga pihak keluarga kembali menerima kabar simpang siur mengenai hasil autopsi yang dilakukan Biddokkes Polda Sulsel mengenai penyebab kematian yang berdasarkan keterangan seorang Dokter Ahli sebagai pembanding, penyebab kematian Virendy sangat tidak wajar.
“Terlalu mengada-ngada jika disebutkan penyebab kematian almarhum akibat kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung yang disebabkan penyumbatan lemak. Karena jika ada penyumbatan lemak, itu berarti serangan jantung koroner yang tidak mungkin dialami seseorang yang masih berusia muda,” demikian ungkap Dokter Ahli tersebut.
Mengamini hal itu, kuasa hukum keluarga Virendy, Yodi Kristianto juga mengungkapkan perihal kejanggalan hasil autopsi. “Saya mungkin masih bisa menerima jika hasil autopsi adalah kegagalan sirkulasi darah akibat penggumpalan darah sebab terdapat luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuh serta bahkan di kepala Almarhum,” kata Yodi.
“Tetapi tidak dapat diterima secara akal sehat jika hal yang demikian terjadi akibat penyumbatan lemak,” sambung pengacara muda berdarah asli Kalimantan ini, lalu menambahkan bahwa riwayat medis Virendy juga tidak mendukung pernyataan pihak kepolisian.
Pihak kuasa hukum kemudian mengungkapkan sejumlah temuan terhadap kasus-kasus lama yang melibatkan Mapala di lingkungan kampus Unhas. Ia menegaskan pula bahwa pihaknya tetap melakukan investigasi secara mandiri terlepas kasus ini ditangani oleh pihak kepolisian.
“Kami juga adalah pilar penegak hukum, memiliki profesionalisme dan kapabilitas yang tidak berada dibawah penegak hukum lain (baca : Polisi, Jaksa dan Hakim).
Justru kami memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengungkapkan fakta ataupun kebenaran, sebab kami bisa bergerak baik di dalam maupun di luar pengadilan,” jelas Yodi Kristianto.
Yodi Kristianto mengatakan lagi, Penyidik tidak bisa serta merta mengabaikan pendapat profesional seorang Pengacara sebab akan menjadi salah satu pertimbangan guna mengungkapkan fakta-fakta di persidangan nanti.
Yodi Kristianto menegaskan dan memberi ultimatum pula bahwa pihaknya mulai mempertimbangkan untuk membeberkan hasil visum dan menguak fakta fakta kematian Virendy maupun mengungkap fakta baru di ruang publik jika proses hukum tetap lambat.
“Tekanan publik dalam kasus ini cukup besar, semestinya semua pihak bisa bergerak cepat dan bekerja sama dengan baik. Pihak keluarga mengungkapkan kepada kami mengenai fakta-fakta baru terkait kematian Virendy yang tidak bisa disepelekan begitu saja. Bila perlu kami akan buka-bukaan kepada media,” terang Yodi.
Sejauh ini menurut Yodi Kristianto pihaknya masih menghargai pihak kepolisian sebagai sesama penegak hukum, tetapi bukan berarti pihaknya tidak akan melakukan upaya paksa jika proses hukum berjalan mandek.
“Kami punya akses ke pimpinan Polri, demikian juga ke Propam. Kami berharap pihak kepolisian tidak memaksa kami melakukan hal-hal yang akan mempertaruhkan kredibilitas institusi Polri,” tutup Yodi. (wnd/mr)