MATARAKYAT.info, JAKARTA – Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan beragam modus yang digunakan semakin dekat dengan kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Menyikap hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyelenggarakan Bimbingan Teknis Standar Operasional Prosedur Layanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO di dua provinsi berbeda, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur, secara bersamaan pada 15 – 16 Februari 2023 silam.
Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati mengungkapkan, terpilihnya Provinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur sebagai lokasi bimbingan teknis dikarenakan dua provinsi tersebut terlaporkan dengan kasus TPPO yang cukup banyak. (21/2/2023)
“Berdasarkan data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2022, Provinsi Jawa Barat merupakan pengirim Pekerja Migran Indonesia (PMI) terbesar keempat di Indonesia, sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sending area dalam kasus perdagangan orang. Isu PMI ini sangat beririsan dengan isu perdagangan orang dimana salah satu modus utama perdagangan orang adalah melalui perekrutan tenaga kerja,” ungkap Ratna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ratna mengatakan, modus operandi yang menjadi tren baru dan banyak digunakan oleh sindikat TPPO dengan penggunaan teknologi dan sosial media sebagai langkah awal menarik minat para korban, dimana kelompok rentan, perempuan, dan anak mayoritas menjadi korban.
“Selain dijalankan secara konvensional dimana sebagian besar calo turun langsung ke lapisan masyarakat dan mengiming-imingi peluang kerja, kini sindikat TPPO semakin lihat dengan menarik minat para korban melalui penggunaan teknologi dan propaganda sosial media yang menawarkan lowongan pekerjaan di dalam maupun luar negeri dengan gaji tinggi dan keberangkan cepat. Mereka pun beroperasi dengan memanfaatkan berbagai macam celah yang ada seperti bantuan dari banyaknya pihak/oknum yang terlibat dalam melancarkan aksi TPPO,” jelas Ratna.
Mengutip data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), selama tahun 2019 hingga 2022 terdapat 1.545 kasus TPPO dan 1.732 korban TPPO dengan tren yang meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya tren kasus dan korban TPPO yang terlaporkan menjadi perhatian dan urgensi bersama dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
Pemerintah Republik Indonesia pun menaruh perhatian serius dalam pemberantasan kejahatan TPPO salah satunya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Dalam pengimplementasian UU tersebut, telah diterbitkan beberapa peraturan pengikat, diantaranya: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO; (2) Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO; dan (3) Peraturan Menteri PPPA Nomor 8 Tahun 2021 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO.
KemenPPPA selaku Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan dan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) melakukan berbagai macam upaya pencegahan dan penanganan, salah satunya melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), khususnya Anggota GT PP TPPO di tingkat provinsi dalam memberikan pelayanan bagi saksi dan/atau korban TPPO dalam bentuk bimbingan teknis dengan menghadirkan berbagai macam pakar yang berpengalaman di bidang terkait selama dua hari.
Lebih lanjut, Ratna menyampaikan 3 (tiga) poin penting tujuan dari pelaksanaan bimbingan teknis tersebut, diantaranya: (1) pentingnya memastikan hak saksi dan/atau korban perdagangan orang terpenuhi melalui pelayanan yang terpadu dan komprehensif; (2) Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO diharapkan dpat menjadi pedoman bagi semua lembaga layanan baik di pusat maupun daerah dalam memberikan layanan kepada korban TPPO; dan (3) meningkatnya pemahaman dan kapasitas Anggota GT PP TPPO di daerah dalam memberikan pelayanan saksi dan/atau korban TPPO serta menguatkan jejaring dan koordinasi Anggota GT PP TPPO.
“Kami berharap melalui bimbingan teknis ini semua individu yang terlibat dalam proses pelayanan bagi saksi dan/atau korban TPPO semakin memahami apa saja yang perlu dilakukan sebagaimana SOP yang berlaku. Bimbingan teknis ini pun akan terus diselenggarakan di berbagai lokasi di Indonesia yang sekiranya rentan menjadi sasaran sindikat TPPO,” tandas Ratna. (adt/mr)