MR-MAKASSAR, SULSEL | Sistem pelaksanaan dan penyaluran sembako di Kabupaten Bone telah menjadi sejarah buruk dalam Program Sembako di Tanah Air. Hal Itu pun tidak berhenti dikritik oleh banyak Media dan sejumlah mahasiswa / aktivis sejak kurang lebih dua tahun terakhir, sebab dinilai ada indikasi tindak pidana gratifikasi / korupsi secara Terstruktur, Sistematis dan Massif ( TSM ) dalam kebijakan pelaksanaan dan penyaluran sembako di Tanah Adatta Bumi Arung Palakka tersebut, kemudian itu dapat dibuktikan dan dilihat oleh publik atas kebijakan pemeritah daerah dalam hal ini Seketaris Daerah dan Kepala Dinas Sosial selaku Ketua dan Seketaris Tikor Kabupaten.
Sebagaimana telah dipaparkan salah seorang aktivis bernama Muh. Ahlus ( Ketum ) Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Prihatin Indonesia ( AMPRI ) saat dikonfirmasi melalui WhatsApp oleh awak media ini, dirinya mengatakan bahwa terkait program sembako di Kabupaten Bone, mungkin sudah sangat jelas bahwa pelaksanaan dan penyalurannya telah bertentangan dengan Permensos Nomor 5 Tahun 2021.
Tentunya pernyataan kami pun berdasarkan data yang dapat kami pertanggungjawabkan secara hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pun indikasi yang kami yakini sebagai bentuk tindakan kejahatan luar biasa sebagai berikut :
- Dikeluarkannya Surat Bernomor 456.2/ 833/ Dinsos. Terkait Rekrutmen Agen / E Warung Program Sembako yang ditanda Tangani Oleh Andi Islamuddin ( Sekda Bone ).
- Diterbitkannya Surat Tugas Tim Evaluasi Nomor 800/ 891/ Dinsos Yang Juga Di Tanda Tangani Oleh Andi Islamuddin.
- Beredarnya Video Eks Korda ( Pendamping PKH ) Kecamatan Mare bernama Ahmad Irham menjadi Suplyer telur disalah satu agen dembako yang divideokan langsung oleh Suplyer bernama Arman Rahim.
- Berdasarkan penyampaian Ahmad Irham dan Arman Rahim bahwa adanya oknum Anggota Dewan Bernama Andi Akhiruddin ( Partai PDIP ) menjadi Suplyer atau merekomendasikan suplyer di Kecamatan Tellu Sittinge, Kajuara, Tonra dan Salumekko dengan nama pelaksana Lapangan Asnal, kemudian Lilo, Ak ( Partai Nasdem ) yang juga menjadi Suplyer / merekomendasikan Suplyer di 3 Kecamatan, diantaranya Tanete Riattang dan sekitarnya.
- Adanya oknum Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan ( TKSK ) yang menjadi Suplyer dan mengendalikan Agen / E Warung, seperti TKSK Kecamatan Ajang Ale bernama Asis, TKSK Kecamatan Tanete Riattang Barat ( Eks Korda ) Andi Akhiruddin, TKSK Kecamatan Salumekko Bernama Lukman, TKSK Kecamatan Cenrana Yusniar. Selain itu kerap disebut – sebut oleh Arman dan Irham adanya pendamping PKH bernama Andi Tamsi juga mengendalikan 3 Kecamatan bersama saudaranya Takdir.
- Mahalnya harga Bahan Pangan Telur dan Beras yang dijual oleh Suplyer ke KPM. Hal itu dapat dibuktikan dibeberapa Kecamatan, seperti Tellu Sittenge, Mare, Tonra, Tanete Riattang Barat dan lain-lain. 3 Rak 5 Butir Telur dibandrol dengan harga Rp. 200. 000 dan Beras Kualitas Madium 20 Kg dibandrol dengan harga Rp. 200.000 dari Total Dana KPM Rp. 400.000 Per Dua Bulan Anggaran.
Dari 6 poin diatas tentunya publik sudah bisa menilai bahwa betapa buruknya sistem pelaksanaan dan penyaluran dembako di Kabupaten Bone.
Sebab jika kita mengacu pada regulasi atau Permensos Nomor 5 Tahun 2021, tentunya jelas bahwa Sekda dan Kepala Dinas, Pendamping PKH, Polri dan Kejaksaan tidak memiliki kewenangan dalam mengganti atau menunjuk Agen secara langsung, selanjutnya Anggota Dewan dan TKSK Juga dan Pendamping PKH tidak dioerbolehkan Suplyer (Pemasok Bahan Pangan).
Lanjut Muh. Ahlus tegas mengatakan bahwa terkait persoalan harga Komuditi Pangan yaitu Telur.
” Saya rasa bisa kita hitung mulai dari harga kandang. Harga dipengumpul rata – rata – Rp. 55.000. Jadi Ketika Di Kalikan 3 Rak Kan sangat jelas. Begitu Juga Beras Dengan Kualitas Madium Harga Rata Pasarannya Paling Mahal Rp. 8.500 Per Kilo. Namun para pedagang dadakan ( Suplyer ) terbukti menjualnya diatas harga Het. Sehingga tentunya Aparat Penegak Hukum ( APH ) dan publik bisa menghitung berapa jumlah dana keluarga penerima manfaat yang dirampok secara terang – terangan dengan modus dagang sembako ” ungkap Muh. Ahlus.
Hal senada juga disampaikan oleh Pendiri AMPRI dan GEMURU, Dirfan Susanto alias Sontoloyo menjelaskan ke awak media ini, bahwa jika bicara soal kebijakan pelaksanaan dan penyaluran Sembako Kabupaten Bone.
Dirfan merasa agak geli dan terkesan takut bicara banyak soalnya para Mafia Sembako ini, jika merasa terganggu maka Laporan Polisi dengan dalil pencemaran nama baik / Fitnah, mereka jadikan senjata untuk mengalihkan perhatin dan membungkam kritikan. Tapi pada Prinsipnya adalah bobroknya sistem pada pelaksanaan dan penyaluran sembako di Kabupaten Bone, sebabkan oleh beberapa hal :
1. Ketidak adanya tegasan Pemerintah dalam hal ini Bupati, Sekda dan Kepala Dinas Sosial, untuk memberantas dan menindak anak – anak asuhnya, seperti TKSK dan pendamping PKH yang terbukti jadi Suplyer.
2. Adanya aktivis jadi Suplyer dan membuat propaganda demi untuk memperluas wilayah penyalurannya dengan membocorkan beberapa info kepada orang media dan mahasiswa.
3. Diperbudaknya agen dan hanya dijadikan sebagai tempat penitipan beras dan telur milik para Suplyer. Kemudian ada kemungkinan Bank Penyalur ( Mandiri ) hingga hari ini, belum memberikan SK Kepada Agen / E Warung.
4. Lemahnya tindakan Aparat Penegak Hukum ( APH ) Kab. Bone terhadap para Mafia Bansos atau istilah lainnya aparat penegak hukum melakukan pembiayaran terhadap tindakan tindakan yang berpotensi merugikan keuangan Negara / KPM Bansos.
Kira – kira seperti itu asumsi publik jika melihat dari Fakta Integritas pada Program Sembako ini.
Lanjutnya meminta kepada Kapolda dan Kajati serta BPK agar melakukan pemeriksaan terhadap Suplyer dan TKSK khususnya Arman Rahim ( Suplyer ) dan Irham ( Eks Korda dan Pedagang Telur ).
Selain itu kedua orang ini juga adalah saksi / pemberi informasi kepada sejumlah media dan aktivis.
Terkait adanya nama oknum Anggota Dewan yang menjadi Suplyer / merekomendasikan Suplyer atau adanya tindak pidana gratifikasi dan korupsi pada Program Sembako di Kabupaten Bone.
Kemudian publik hari ini mempertanyakan kinerja Aparat Hukum ( APH ), baik ditingkat Kabupaten atau pun Provinsi.
” Ada apa kok sampai sari sni, mafia sembako di Kabupaten Bone tidak tersentuh hukum “, ugkap Dirfan. (adt@mr)