MR-MAROS, SULSEL | Perang dingin Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto dan Gubernur Sulsel Sudirman Sulaiman terkait rancangan rel kereta api berdesain at grade yang melalui lintasan darat kota Makassar.
Sementara itu Mohammad Ramdhan Pomanto menginginkan rel yang melalui Makassar berdesain elevated (Layang). Tentunya keinginan Danny Pomanto sapaan akrab walikota Makassar tersebut dengan berbagai pertimbangan yang matang dengan alasan bahwa pembangunan rel kereta api secara at grade akan merusak tata kota dan menyebabkan banjir di Makassar.
Menurut Danny dengan desain elevated dianggapnya bisa meminimalkan pembebasan lahan masyarakat dan praktek mafia tanah yang masih marak bergentayangan dari balik proyek strategis nasional seperti yang dilansir matarakyat.info dari bukamatanews.id (8/8/202).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perang dingin antara walikota Makassar dengan Gubernur Sulawesi Selatan mendapat perhatian banyak kalangan, diantaranya Direktur Eksekutive Kompak Indonesia, Adhitya Eka.
Adhitya mengatakan bahwa apa yang dilakukan Danny Pomanto merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap warga Kota Makassar dengan mempertimbangkan berbagai hal.
Hiruk pikuk masalah yang terjadi terkait pembangunan rel kereta api di Sulawesi Selatan tentunya sangat disesalkan, seperti yang dialami beberapa warga Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, dimana lahan pertanian milik mereka dihargai hanya 80ribu/meter dan tentunya bagi warga itu tidak adil.
Lebih lanjut Adhitya menyampaikan bahwa masyarakat menolak harga yang diberikan karena nilainya terlalu rendah dan ironisnya Pemerintah Kabupaten Maros sama sekali tidak menghiraukan apa yang terjadi terhadap masyarakatnya.
Karena penolakan masyarakat tersebut akhirnya pemerintah mengambil langkah mengeksekusi lahan warga, eksekusi dilakukan oleh Tim Panitera Pengadilan Negeri Maros pada lahan pembangunan jalur rel kereta api di Maros pada November 2021 lalu.
Masyarakat merasa ada yang aneh karena mereka tidak pernah diundang rapat/pertemuan terkait pembebasan lahan mereka. Masyarakat tidak pernah diajak untuk membicarakan masalah pembebasan lahan dan harganya.
Direktur Eksekutif Kompak Indonesia mengatakan berbagai cara telah dilakukan oleh masyarakat tapi tidak menemui hasil yang maksimal dan sampai saat ini sejumlah masyarakat yang merasa dirugikan tidak mengambil uang pembebasan lahan mereka.
Adhitya megapresiasi apa yang dilakukan walikota Makassar untuk melindungi warganya adalah hal yang perlu dicontoh oleh pemerintah Kabupaten Maros. Pasalnya sejumlah petani di Kecamatan Lau kehilangan pekerjaan karena sawah milik mereka tidak adalagi dan itu adalah mata pencaharian mereka satu-satunya, perlu diketahui bahwa masyarakat di Keluhan Maccini Baji, Kec. Lau, Kab. Maros mayoritasnya adalah petani.
“ Dimana hati nurani pemerintah yang membuat masyarakatnya menderita, kenapa pemerintah menutup mata dan telinga mereka terhadap perlakuan yang diterima oleh masyarakat. Pak Danny berani menentang dengan berbagai cara dan alas an yang tepat, kenapa pemerintah kabupaten Maros hanya diam, tentunya pembebasan lahan masyarakat ini tidak meninggalkan luka bagi masyarakat, jangan biarkan mafia tanah bermain “ Tegas Adhitya.
Adhitya meminta kepada Bupati Maros untuk turun tangan terhadap ketidak adilan yang diterima masyarakatnya, “ pak bupati harus berani ambil resiko untuk melindungi masyarakatnya, undang masyarakat yang belum mengambil uang pembebasan lahannya, dengarkan apa alas an mereka. Masyarakat hanya meminta kepedulian pemerintah Kabupaten Maros terhadap apa yang mereka alami “ pinta Adhitya.
Direktur Eksekutif Kompak Indonesia berharap secepatnya Bupati Maros mengundang masyarakat yang terkena pembebasan lahan dan dengarkan apa yang disampaikan masyarakat agar Maros bisa benar-benar menjadi KEREN, karena masyarakat tidak tau mau mengadu kemana lalgi, tutup Adhitya. (ikbabannu@mr)