MATARAKYAT.info, MAKASSAR | Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang kini tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari berbagai wilayah. Beberapa pasal dalam RUU Penyiaran itu dinilai menjadi ancaman serius kebebasan pers.
Sejumlah organisasi pers dan mahasiswa di Sulawesi Selatan menyatakan secara tegas menolak revisi undang-undang tersebut karena dianggap sebagai bagian dari pembungkaman demokrasi.
Penolakan revisi RUU Penyiaran juga disuarakan oleh Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) yang menggelar unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran, Senin (20/5/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aksi tolak penolakan RUU Penyiaran yang dinilai bertentangan dengan UU Pers nomor 40 tahun 1999 digelar di dua tempat, yakni pertigaan Jalan AP Pettarani dan Jalan Letjen Hertasning.
Demonstran secara bergantian menyampaikan orasi menolak RUU Penyiaran, massa aksi juga memprotes sejumlah pasal RUU Penyiran yang dianggapnya kontroversi.
Jenderal Lapangan GAM Fajar Wasis mengungkapkan, GAM paling menyoroti Pasal 50B ayat (2) huruf C melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“Hakikat dasar dari jurnalistik adalah investigasi. Jika investigasi dilarang sama halnya melarang orang untuk melakukan riset, pada dasarnya RUU Penyiaran merenggut kemerdekaan jurnalistik dan pers,” ungkap Fajar.
Pasal 50B ayat (2) huruf K terkait mengenai penayangan isi siaran berita dan konten siaran yang mengandung bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, kekerasan, dan radikalisme.
Pasal 8A Ayat (1) Huruf Q berbunyi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.
Lebih lanjut Fajar mengatakan, masyarkat tidak akan mendapatkan peliputan yang berkaitan dengan jurnalistik investigasi ketika RUU Penyiaran disahkan menjadi Undang-Undang final dan mengikat.
Karena itu, Fajar menila bahwa RUU Pers melanggar putusan MK NO 91/PUUXXI2020 yang mengamanatkan penyusunan regulasi harus ada keterlibatan masyarakat, pers, dan jurnalis.
“Kami mengindikasikan bahwa permasalahan yang telah diuraikan diatas merupakan bukti ketidak becusan pemerintah dalam hal ini Komisi l DPR RI yang menginisiasi RUU Penyiaran,” ungkap Jendlap GAM dengan tegas.
Fajar menambahkan, ironisnya lagi Dewan Pers dan masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU Penyiaran. (@mr)
Penulis : Irfan Buser
Editor : Adhitya Eka