MATARAKYAT.info, MAKASSAR | Respon terhadap kebijakan yang terus merampas hak masyarakat pada umumnya, disambut oleh Komite Rakyat Berdaulat (KERABAT) dengan melakukan aksi unjuk rasa yang bertepatan pada Hari Buruh Internasional (May Day).
Aksi unjuk rasa ini akhirnya berujung pada tindakan represif aparat terhadap Mahasiswa UNM Gunung Sari.
“Setelah selesai aksi, kami turun di depan kampus UNM kami melihat beberapa gerombolan massa aksi yang bukan bagian kami sedang membakar ban. Kami tetap masuk ke dalam Kampus dan membubarkan diri,” ujar Ical (kesaksian langsung) seorang Mahasiswa UNM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aliansi Komite Rakyat Berdaulat melakukan aksi sejak pukul 01:00 WITA yang bertempat di flyover dan di depan Kantor DPRD Provinsi Sulsel.
Adapun Pernyataan Sikap dari Aliansi Komite Rakyat Berdaulat, sebagai berikut :
Aksi berjalan dengan damai sampai pada pukul 17:00 WITA dan aksi unjuk rasa diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap dan tuntutan oleh korlap yang diikuti oleh aliansi massa aksi Komite Rakyat Berdaulat (KERABAT).
Massa aksi dari BEM FIS-H yang sebelumnya tergabung melakukan unjuk rasa di Flyover dan di Kantor DPRD Provinsi Sulsel, kemudian memisahkan diri dari massa aksi aliansi KERABAT lainnya dan melakukan longmarch ke Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Gunung Sari.
Kemudian setelah massa aksi BEM Fakultas Ilmu Sosiologi-Hukum (FIS-H) sampai di kampus ditemukan beberapa orang yang tidak dikenal dan bukan massa aksi melakukan pembakaran ban di depan gerbang UNM di Jalan Pendidikan.
Ical menjelaskan, karena bukan bagian dari massa aksi seluruh kawan-kawan dari BEM FIS-H tidak menghiraukan hal tersebut dan langsung menuju sekretariat kelembagaan masing-masing. Sekitar pukul 18.50 WITA terjadi beberapa tembakan gas air mata yang mengarah ke dalam kampus, tembakan ini disusul penyerbuan puluhan aparat bersenjata berseragam lengkap.
Ical juga mengungkapkan, selanjutnya aparat kepolisian melakukan penyisiran dengan cara memaksa masuk ke ruangan-ruangan Sekretariat Lembaga Kemahasiswaan. Tindakan aparat bahkan mendobrak salah satu pintu ruang perkuliahan hingga rusak.
“Sebelum masuk ke dalam kampus, rombongan aparat Kepolisian sempat menembakkan gas air air mata sekitar 4 kali. Setelah itu mereka masuk dan menangkap Mahasiswa secara paksa yang sedang berada di dalam Sekretariat BEM FIS-H termasuk sekretariat Lembaga Himpunan,” tambah Ical.
Ketika melakukan penyisiran, Aparat bersenjata memukul, menampar, menendang setiap Mahasiswa secara acak yang diindikasi melakukan aksi pembakaran ban.
Hal ini dilakukan hingga membuat beberapa di antara Mahasiswa memar dan berdarah.
“Pada saat kami ingin masuk ke Kampus, kami sudah melihat ban sudah terbakar di depan kampus. Artinya alasan Polisi masuk ke dalam kampus adalah tindakan yang tidak beralasan yang mengatakan bahwa itu adalah perbuatan dari Mahasiswa BEM FIS-H, sehingga berani masuk ke dalam kampus sampai menyerbu sekretariat lembaga mahasiswa,” tegas Bintang selaku Ketua BEM FIS-H.
Beberapa mahasiswa juga dipukul menggunakan pentungan, sebanyak 43 mahasiswa BEM FIS-H dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi kemudian dikumpulkan didepan parkiran FIS-H.
Mahasiswa dipaksa membuka baju, satu persatu rambut mereka ditarik dan wajah difoto secara paksa. Mereka ditanya identitas, nomor hp, alamat dan diancam akan dilaporkan kepada Universitas.
“Tindakan yang dilakukan Aparat Kepolisian adalah perbuatan melawan hukum, masuk ke dalam kampus, melakukan berbagai tindakan kekerasan, menangkap Mahasiswa secara acak mencerminkan tindakan Kepolisian yang tidak profesional. Tembakan gas air mata ke arah kampus, juga merupakan penggunaan kekuatan secara berlebihan,” lanjut Hasbi Asiddiq selaku pendamping hukum LBH Makassar.
Penggunaan kekuatan berlebihan ini tentu selayaknya dikecam, terlebih Kampus merupakan wilayah yang harus lindungi sebagai institusi pendidikan dan ruang aman dari tindakan kekerasa.
Aparat kepolisian tentu harus memiliki alasan yang jelas dan memiliki perhitungan yang akurat yang tentunya harus berdasarkan undang-undang, dengan tidak melangkahi ketentuan hukum.
“Kami menuntut Kepolisian Daerah Sulsel untuk mengevaluasi aparat yang terlibat dalam pengamanan. Semua yang menggunakan kekuatan secara berlebihan memukuli mahasiswa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hal ini penting agar peristiwa tersebut tidak berulang,” pungkas Hasbi. (@mr)
Penulis : Aswandi Hijrah S.H
Editor : Adhitya Eka