MATARAKYAT.info, SUMBAR | Kontestasi politik tak jarang dipandang sebagai momen yang diwarnai praktik korupsi, karena kerap dimanfaatkan sebagai ajang transaksional. Bukan tanpa alasan, hasil kajian KPK di sektor politik menunjukkan, faktor pemenangan Pilkada nyatanya dipengaruhi oleh modal finansial (politik uang) dengan skala 95,5%, yang selanjutnya diikuti dengan modal sosial sebanyak 72,5%, faktor popularitas (terkenal) 69,6%, hingga faktor petahana sebanyak 66,4%.
Hal ini dipaparkan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Amir Arief, dalam giat Sosialisasi Antikorupsi Kepada Anggota DPRD, DPW/DPD, dan Partai Politik Sumatera Barat (Sumbar) dari rangkaian Roadshow Bus Antikorupsi KPK, di Kantor DPRD Sumbar, Jumat (13/10/2023).
“Semakin lama kontestasi pemilu bukan lagi kontestasi ideologi, tapi kontestasi transaksional. Kampanye dan sosialisasi saja disisipi transaksional yang memakan 71% ongkos politik, lalu adanya biaya operasional, biaya saksi, praktik mahar partai yang tinggi, pemenuhan persyaratan dan administrasi, hingga biaya untuk melakukan survei,” sorot Amir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain mengingatkan masyarakat untuk tegas menolak politik uang, KPK juga berpesan agar penyelenggara negara, terutama di Sumbar, tak memberikan iming-iming uang guna meraup suara.
“Sejak pertama menyalonkan diri, calon pemimpin harus menunjukkan nilai-nilai integritas. Integritas ini sederhananya adalah, apa yang kita ucapkan, harus sesuai dengan apa yang kita perbuat dan harus sesuai dengan norma. Bekalnya, ialah kejujuran,” jelas Amir.
Upaya Pencegahan KPK untuk Sektor Politik
Penyebab terjadinya korupsi, dijelaskan Amir melalui perspektif fraud pentagon menurut Jonathan T. Marks. Pertama, adanya kewenangan lewat kekuasaan atau otoritas yang dimiliki; kedua, adanya arogansi dengan sikap superior.
Ketiga, adanya tekanan dari internal atau eksternal; keempat, adanya kesempatan dari longgarnya tata kelola serta birokrasi; serta kelima, adanya rasionalisasi atau pembenaran atas kecurangan yang sudah terjadi.
“Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut pun sudah dirunutkan dalam Strategi Trisula Pemberantasan Korupsi melalui sula Pendidikan dengan membangun nilai antikorupsi; sula Pencegahan dengan melakukan perbaikan sistem; dan sula Penindakan untuk memberikan efek jera pada pelaku korupsi,” kata Amir.
Di sektor politik sendiri, upaya pencegahan yang dilakukan KPK yakni dengan membuat Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), melakukan kajian, mendorong pelaporan dana kampanye kepada KPU dan pengawasannya, wajib melaporkan LHKPN bagi peserta pemilu, hingga sosialisasi tipikor pada penyelenggara negara.
Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi, di kesempatan yang sama, menuturkan rasa terima kasihnya atas upaya pencegahan korupsi yang dilakukan KPK selama ini. Apalagi, Sumbar juga memiliki catatan dari kejadian korupsi APBD 2002 yang pernah menjerat setidaknya 43 anggota DPRD yang aktif menjabat pada saat itu.
“Kita tentu tidak ingin jatuh pada lubang yang sama. Sehingga kita menyambut baik sosialisasi yang dilakukan oleh KPK. Kita harus tampil menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Tahun depan adalah tahun politik, sehingga mari wujudkan pemilu bersih agar tak ada partai yang berperkara, dan agar masyarakat tak hidup sengsara,” jelas Supardi. (resa/mr)