MATARAKYAT.info, PINRANG | Aliansi Mahasiswa Pinrang, menyesalkan tindakan refresif yang dilakukan oleh pihak kepolisian, sehingga terjadi kericuhan antara warga dan personil Polres Pinrang saat dilaksanakan eksekusi sebanyak 21 rumah warga di Desa Maroneng Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan yang mengakibatkan jatuhnya korban dari aktivis, Senin 29 Juli 2024 lalu.
Hal ini memicu Aliansi Mahasiswa Pinrang, melakukan aksi unjuk rasa didepan pintu masuk Polres Pinrang, Selasa (30/07/2024).
Jenderal lapangan Aliansi Mahasiswa Pinrang, Affandi Paserei dalam orasinya mengungkapkan, akibat tindakan dari pihak Polres Pinrang, ada dua diantaranya merupakan aktivis yang hadir atas dasar kemanusian sedang melakukan negosiasi kepada aparat kepolisian yang melakukan penjagaan agar tidak menembakkan gas air mata kepada masyarakat. Namun, aksi tersebut dibalas dengan tindakan pemukulan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan mengakibatkan salah satunya babak belur dan dilarikan ke rumah sakit dan korban lainnya mengalami luka di bagian siku, sehingga korban dilarikan ke RS Madising Bungi dan menjalani perawatan intensif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Affandi Paserei juga mengatakan, dalam konsep negara hukum yang ada di Indonesia, setiap warga negara tanpa terkecuali aparat kepolisian harus mematuhi konstitusi. Sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 Perubahan, Pasal 30 ayat (4) Kepolisian Negera Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, serta menegakkan hukum. Selanjutnya berdasarkan pasal 13 UU No 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu: a. memelihara keamanan serta ketertiban masyarakat, juga menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
“Namun realita yang terjadi di desa Maroneng kemarin merupakan bentuk ancaman besar terhadap konstitusi yang dilakukan oleh aparat kepolisian Kabupaten Pinrang karena telah melanggar konstitusi yang berlaku untuk memberikan keamanan serta perlindungan kepada masyarakat.
Dengan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Polres Pinrang, Aliansi Mahasiswa Pinrang yang tergabung dalam aksi mengaskan agas menghentikan tindakan represif terhadap aktivis dan masyarakat, mendesak Kapolres Pinrang untuk mundur dari kursi jabatannya serta menyatakan permintaan maaf secara terbuka.
Affandi juga menegaskan agar mencopot Kasat Intelkam Polres Pinrang karena telah lalai dari tanggung jawabnya, serta mendesak Kapolda melalui Kabid Propam Polda Sulsel, agar mengusut dan menindak oknum kepolisian yang telah melakukan tindakan refresif kepada masyarakat dan aktivis Kabupaten Pinrang, juga agar menghentikan tindakan refresif Polri kepada masyarakat dan aktivis.
Menanggapi tuntutan aktivis aliansi Mahasiswa Pinrang, Kapolres Pinrang AKBP Andiko Wicaksono, S.IK, S.H., M.H., saat dihubungi Rabu (31/07/2024) via selulernya mengatakan, dirinya siap terima resiko demi menjalankan perintah Undang-Undang dia akui saat unras dia langsung merima aspirasi massa, jelasnya.
Bahkan Andiko Wicaksono, mengungkapkan saat dihadapan puluhan massa yang mendatangi Polres Pinrang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Pinrang (AMP) bahwa pengamanan perkara perdata yang akan dieksekusi telah berkekuatan hukum tetap sejak tahun 2019. ” Kami miliki kewajiban melaksanakan perintah Undang Undang melaksanakan pengamanan eksekusi.”ujar Andiko .
Kapolres akui sebelum pelaksanaan eksekusi di Desa Maroneng, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulsel, pihaknya telah melakukan langkah langkah persuasif termasuk turun langsung ke lapangan bertemu dengan tokoh masyarakat, pemuda, dan tokoh agama, tujuannya sosialisasi akan dilaksanakannya eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Pinrang, dan akan dilakukan pengamanan.
Bahkan Kapolres menjelaskan dugaan pemukulan yang menyebabkan seorang warga mengalami luka akan di proses hukum, jika melakukan dengan sengaja dan menjelaskan secara detail tentang kericuhan yang terjadi dalam perjalanan menuju lokasi eksekusi.
“Soal desakan mundur dari jabatan, kata Andiko, semua ada mekanismenya, ada koridornya, dan saya taat pada mekanisme yang ada, silahkan melakukan pelaporan ke Propam, itu tidak masalah karena mekanismenya seperti itu, dan kalau dinyatakan dicopot dari jabatan siap laksanakan.” tegas Kapolres.
Meski demikian Kapolres Andiko Wicaksono menjelaskan hingga terjadinya kericuan yang juga menyebabkan 2 personil yakni Danyon dari Brimob dan seorang dari personil Polres Pinrang berpangkat Aipda, yang melakukan pengamanan juga terluka dibagian kaki akibat lemparan batu, dan harus dijahit. lain lagi dengan yang mendapatkan perawatan medis.
Kapolres Pinrang mengakui pihaknya sudah menyampaikan kepada mereka yang melakukan penghadangan bahwa akan dilakukan pengamanan pelaksanaan eksekusi, bukan untuk berhadapan dengan masyarakat. Karena negosiasi yang dilakukan tidak ada hasil dan tidak diberikan jalan, maka dilakukan langkah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Saat itu juga, lemparan batu ke petugas mulai dilancarkan warga, dan dalam perjalanan warga selalu memberikan perlawanan, baik dengan lemparan batu maupun batang pohon yang melintang di jalan.
Andiko juga akui sudah berkunjung ke salah satu korban bernama Haidir, kedua orang tua Haidir dan keluarganya menerima mereka dengan baik dan berjanji semua biaya rumah sakit termasuk obat obatan ditanggung oleh Polres Pinrang.
“Dari pihak kami juga Korban ada 2 anggota dari polres pinrang berpangkat Aipda, dan Danyon Brimob, terpaksa harus dijahit di lokasi karena masih melakukan pengamanan, bahkan sempat dilakukan upaya pencegahan, namun Haidir cukup aktif melakulan pelemparan, sehingga diamankan, dengan bukti dari intelijen, dokumentasi terekam, terpaksa harus dilakukan penahanan” tutur Andiko.
Namun, perlu diketahui tambah AKBP Andiko Wicaksono melanjutkan, ketika akan menuju lokasi eksekusi, masyarakat yang tidak diketahui datang dari mana melakukan penghadangan dan pelemparan batu. Dan dari pantauan intelejen pihak Brimob dan bukti dokumentasi, terlihat Haidir cukup aktif melakukan pelemparan, sehingga diamankan, dengan bukti dari intelijen dan dokumentasi terekam, sehingga terpaksa harus dilakukan penahanan.
“Sempat dilakukan upaya pencegahan, haidir yangn cukup aktif melakulan pelemparan, sehingga diamankan, dengan bukti dari intelijen, dokumentasi terekam, terpaksa harus dilakukan penahanan” tutur Andiko.
AKBP Andiko, menambahkan, sebelum eksekusi dilaksanakan, termohon sudah mengetahui bahwa, akan dilaksanakan pengamanan eksekusi bahkan, kata Kapolres, anggota hampir setiap hari turun kelokasi eksekusi untuk menyampaikan akan dilaksanakan pengamanan pelaksanaan eksekusi, karena ini telah (Inkrah) berkekuatan hukum tetap.
Bahkan permintaan Kapolres agar warga dilokasi kooperatif sesaat sebelum pembacaan naskah eksekusi oleh PN Pinrang. (@_mr)
Penulis : Syamsul Akkae
Editor : Adhitya Eka