MATARAKYAT.info, MAROS | Perhatian Pemerintah Daerah kabupaten Maros terhadap fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) serta ruang terbuka hijau (RTH) khususnya pada kawasan pergudangan dan industri boleh dikata tidak ada.
Hal ini didasarkan dengan begitu banyaknya perusahaan pengembang perumahan dan pergudangan maupun industri di Maros yang telah berusaha bertahun tahun bahkan ada yang sudah puluhan tahun tapi hingga saat ini belum menyerahkan lahan Fasum-Fasos mereka ke Pemda Maros padahal berdasarkan undang undang itu wajib diserahkan.
Persoalan ini disampaikan Ismail Tantu aktivis LEMKIRA INDONESIA dalam sebuah diskusi lepas disalah satu Warkop dibilangan PTB Maros. Walaupun dalam diskusi tersebut terkesan santai namun isu yang dibahas lumayan serius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain Fasum dan Fasos ada dua poin yang tidak kalah pentingnya yang dibahas dalam diskusi tersebut, diantaranya adalah masalah RTH dan masalah Ipal Komunal pada kawasan yang memiliki Amdal Kawasan, karena dua masalah tersebut sangat terkait dengan lingkungan hidup.
” Jadi… saya kira perhatian Pemerintah Kabupaten Maros terkait urusan fasilitas umum maupun fasilitas sosial pada kawasan pergudangan dan industri boleh dibilang tidak ada, sebagai contoh kawasan pergudangan dan industri dibilangan kecamatan Marusu yang setidaknya berdasarkan data yang kita ketahui seluas 500 Ha. Kawasan Pattene Business Park saja berdasarkan masterplan beberapa tahun lalu memiliki luasan 385,88 Ha yang meliputi 3 desa/kelurahan yakni, Abbulo Sibatang, Temmappadduae dan Pebbentengan. Belum lagi puluhan pengembang yang jika dijumlahkan peruntukan lahan fasum dan fasosnya bisa puluhan bahkan ratusan hektar “. Jelas Pemerhati lingkungan Ismail Tantu.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang kawasan perumahan dan kawasan pemukiman termasuk kawasan pergudangan dan industri disebutkan bahwa setiap pengembang wajib mengalokasikan lahan yang bakal dibangun untuk dijadikan fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Kewajiban itupun melekat sebagai syarat terbitnya perizinan.
Lebih lanjut Ismail Tantu mengungkapkan fasum fasos wajib diserahkan ke pemerintah daerah untuk dikelola lebih lanjut. Oleh karena itu kami mendesak Pemerintah kabupaten Maros dalam hal ini Bupati Maros untuk melakukan upaya serius terkait lahan fasum dan fasos yang belum diserahkan ke pemerintah.
” Kalau perlu pemerintah membentuk tim dari dinas dinas terkait supaya proses penyerahan bisa berjalan lebih cepat dan sesuai harapan, saya bersama dengan lembaga saya siap mendampingi kalau diperlukan.” ujar Aktivis Lemkira Indonesia.
Seperti diketahui, fasos yang dimaksud meliputi jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan serta fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat umum lainnya. Sedangkan yang disebut fasum diantaranya klinik, pasar, tempat ibadah, ruang serbaguna atau fasilitas umum lainnya.
Ismail Tantu menjelaskan lebih lanjut, selain itu yang tidak kalah pentingnya para pengusaha kawasan berkewajiban menyediakan ruang terbuka hijau RTH. Keberadaan ruang terbuka hijau dimaksudkan untuk menjaga kelestarian alam, keserasian, dan keseimbangan ekosistem.
Ismail Tantu menambahkan, secara umum tujuan dan manfaat pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah untuk mengatasi permasalahan tata ruang sekaligus mengendalikan dampak pembangunan terhadap lingkungan akibat aktivitas industri, sebagai tempat pengendalian tata air dan sarana estetika di kawasan industri, sebagai area Mitigasi dan Evakuasi ketika terjadi bencana dan yang terakhir RTH menjadi area penciptaan iklim yang dapat mereduksi polusi pada kawasan industri dan sekitarnya.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sangat penting karena berfungsi sebagai paru-paru di kawasan industri. Ismail Tantu menambahkan, adapun pola penggunaan lahan kawasan industri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 40/M-IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri bahwa setiap kawasan industri dengan luas 20 hingga 500 hektar lebih, wajib memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 10%.
Kalau kawasan Pattene Business Park memiliki luas 385,88 hektar maka mereka wajib menyediakan sedikitnya 38 hektar untuk dijadikan lahan ruang terbuka hijau, luasan yang signifikan jika dijadikan hutan, taman atau area bermain bagi warga sekitar yang terdampak aktivitas industri. Pertanyaanya apakah lahan yang sangat luas itu sudah diserahkan sebagaimana dengan ketentuan yang berlaku? Nah, kawasan industri disarankan dapat ditanami dengan jenis tanaman yang memiliki kesesuaian secara ekologis dengan kondisi daerah setempat yang mampu menyerap zat pencemar, ketahanan hidup yang lama, dan memiliki daya serap air yang baik.
“Jadi tidak ada alasan bagi Pemerintah kabupaten Maros untuk menunda nunda penyelesaian masalah ini dan bagi pengusaha property maupun pengusaha pergudangan dan industri wajib menyerahkan fasum fasos mereka ke pemerintah karena kalau tidak pemerintah dapat mencabut izinnya” pungkas Ismail Tantu. (irfan/mr)
Penulis : Irfan Tan
Editor : Adhitya Eka