MATARAKYAT.info, MAKASSAR | Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar mengecam tindakan penghalang-halangan kerja jurnalis yang dilakukan sejumlah orang yang mengaku sebagai anggota Pemuda Pancasila (PP) dan TNI kepada jurnalis/kontributor iNews TV (MNC), Kota Makassar, Syahrul Adyaksa.
Upaya penghalang-halangan itu terjadi saat Syahrul tengah meliput keributan di depan lokasi tempat hiburan malam, Publiq, di Jalan Arif Rate, Kecamatan Ujung Pandang, pada, Kamis, 26 Oktober 2023, pukul 04.00 WITA, atau dinihari. Syahrul saat itu tengah merekam keributan.
Ditengah melaksanakan tugas jurnalistiknya, ia kemudian didatangi sejumlah orang yang mengaku anggota PP dan TNI. Dalam keadaan terdesak karena diintimidasi, handphone yang digunakan untuk mereka diambil paksa, dirampas sejumlah orang. Sejumlah rekaman video liputan sempat dihapus oleh para pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Syahrul saat itu berupa untuk mengambil kembali HP-nya dari genggaman para pelaku. Namun ia kembali mendapat ancaman untuk dipukul. Sentuhan fisik seperti dorongan tidak lagi dapat dihitung, karena banyak orang yang menghalangi. Karena keributan itu, polisi berpakaian sipil kemudian menghampiri Syahrul.
Lokasi keributan ini, tak berada jauh dari markas Sabhara Polrestabes Makassar. Saat dihampiri, polisi ini mengambil HP dari tangan pelaku untuk dikembalikan kepada Syahrul. Namun beberapa hasil liputan rekaman video telah dihapus oleh para pelaku yang lebih dulu menyita dan mengintimidasi Syahrul.
Atas dasar itu, AJI Makassar menyatakan sikap:
1. AJI Makassar mengecam tindakan represif dan upaya penghalangan yang dilakukan orang yang mengaku sebagai anggota PP dan TNI terhadap jurnalis Syahrul Adyaksa yang bertugas meliput peristiwa saat itu. Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 4 ayat (3) menyangkut kemerdekaan pers. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
2. AJI Makassar menyerukan, bahwa dalam menjalankan tugasnya, pers nasional memiliki peran sebagaimana Pasal 6 poin d dan e dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
3. AJI Makassar mengingatkan, dalam menjalankan tugasnya, jurnalis dilindungi Pasal 8 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
4. AJI Makassar menilai tindakan itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Bahwa dalam pasal tersebut tegas dijelaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta).
5. AJI Makassar mengutuk tindakan represif dan upaya penghalangan liputan terhadap jurnalis Syahrul Adyaksa
6. AJI Makassar terus mendorong agar setiap jurnalis menjalankan tugasnya dengan profesional, sesuai kode etik jurnalistik, dan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers
Narahubung:
Didit Haryadi (Ketua AJI Makassar)
Sahrul Ramadan (Koordinator Divisi Advokasi AJI Makassar)
Berikut kronologi kejadian jurnalis korban, Syahrul Adyaksa:
Penghalangan saat liputan sampai dengan tindak perampasan alat rekam (HP) oleh orang tidak dikenal. Kejadian bermula saat Syahrul berada di Kantor Samapta Polrestabes Makassar, usai mengikuti patroli Tim Perintis Persisi Polrestabes Makassar dengan tujuan menjalankan kerja-kerja jurnalistik yakni liputan.
Patroli diwilayah Kota Makassar itu berakhir kembali ke kantor samapta polrestabes makassar. Sekitar pukul 4.00 dini hari saya yang berada di kantor tersebut, mendengar terjadi keributan di salah satu tempat hiburan malam bernama Publiq, lokasi saya berada tidak jauh dari tempat kejadian. Saya sontak mengecek, nampak dari tempat saya berada, puluhan orang terlibat keributan di halaman Publiq dan dijalan.
“Saya mendatangi keributan tersebut, dan merekam kejadian yang tengah berlangsung, tidak berselang lama beberapa orang mendatangi saya dan secara membabi buta berusaha merampas alat rekam yang saya genggam dan mendorong. Saya yang kondisi terjepit diantara orang tersebut mengatakan saya wartawan, namun mereka semakin membabi buta berusaha merampas alat rekam saya”, jelas Syahrul.
Tarik menarik terjadi, alat rekam saya berhasil dirampas dan vidio yang saya rekam di lokasi keributan dihapus dengan mengutak-atik hape. Saya yang berusaha mengambil dihalangi bahkan diancam untuk dipukuli.
Sentuhan fisik seperti dorongan tidak lagi dapat dihitung, dengan banyaknya orang yang menghalangi. Saya ketahui beberapa orang mengaku sebagai anggota TNI, Pemuda Pancasila pada saat saya dihalngi mengambil gambar di ruang publik, diantaranya juga beberapa tukang parkir di tempat hiburan malam tersebut.
Terjadi keributan menyebabkan polisi yang berpakaian sipil dari kantor Samapta Polrestabes Makassar mendatangi saya. selanjutnya melerai, HP kembali ke saya gengam, namun HP saya mengalami kerusakan fisik ringan, layarnya hampir terlepas dampak dari perampasan tersebut.
Usai saya dilerai, saya yang tidak terima atas kejadian tersebut, langsung mendatangi kantor Polrestabes Makassar untuk membuat laporan, namun laporan saya tidak diterima piket Reskrim Polrestabes Makassar yang saya temui. Sebelum saya berada di piket Reskrim, saya lebih dulu ke SPKT yang selanjutnya di arahkan ke unit tersebut. (irf/mr)