MATARAKYAT.info, NIAS UTARA | Surat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nias Utara melalui Komisi I pada saat RDP tidak dihargai dan kuat dugaan pemerintah kabupaten Nias Utara tutup mata. (21/10/2023)
Kabarnya surat untuk AMP tersebut dikeluarkan oleh Sukanto Waruwu Ketua DPRD berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Oktober 2023, yang mana hasilnya pada saat itu adalah aktivitas AMP diberhentikan selama satu minggu.
Namun realitanya AMP yang ada di Hilimbosi tetap berjalan, alias surat Ketua DPRD tidak dihiraukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Atas kejadian tersebut telah dikonfirmasi kepada Amizaro Waruwu Bupati Nias Utara lewat whatsapp messenger kepada yang bersangkutan, namun yang Bupati tidak menjawab bahkan mengabaikan chat tersebut.
Hal yang sama juga dikonfirmasi kepada Sekda Nias Utara terkait hal tersebut, lagi-lagi Sekda juga tidak memberikan penjelasan dan jawaban terkait Aktivitas AMP di Hilimbosi tersebut.
Hal tersebut tentunya membuat masyarakat kecewa atas pembiaran yang dilakukan pemerintah setempat.
Menurut Martin Zega yang rumahnya berdekatan dengan AMP tersebut mengatakan, tindakan yang dilakukan AMP ini jelas tidak menghiraukan keputusan hasil RDP dengan DPRD Nias Utara dan pemerintah terkesan tutup mata atas apa yang terjadi terhadap kami.
” Kami tidak yakin lagi bapak Bupati Nias Utara peduli terhadap masyarakatnya, buktinya kami yang terkena dampak saat ini dibiarkan menderita demi pembangunan Nias Utara, Pak Bupati bunuh saja kami demi pembangunan yang kamu katakan,,,!!!” Ucap Martin dengan kesal.
Ditempat terpisah Edward Firman Firdaus Lahagu selaku Ketua Gerakan Kristen Indonesia Raya (GEKIRA) kabupaten Nias Utara, dalam komentarnya mengatakan ” Pemerintah kabupaten Nias Utara perlu mengkaji ulang tempat AMP saat ini, karena lokasi itu bukan areanya industri, dan kemudian saya menduga kuat pemerintah sengaja tutup mata karena lokasinya sudah salah ” ujar Ketua GEKIRA Nias Utara.
” Saya hanya mengingatkan resiko dari persoalan ini bisa menjurus kepada tindakan pidana Lingkungan, yang melanggar pasal 98 atau pasal 104 jo pasal 116 Ayat (1) huruf b undang-undang RI No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diubah dengan undang-undang No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja jo pasal 55 Ayat (1) KUHP, ” Terang Edward lahagu itu. (af_lase/mr)