MATARAKYAT.info, GOWA | Ketua Umum Kompak Indonesia bersama timnya melakukan investigasi dikawasan hutan hutan konversi Taman Wisata Alam (Malino/Lembanna) yang terletak di Kelurahan Pattapang, kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. (30/5/2023)
Tim investigasi Koalisi Masyarakat Pemantau Korupsi Indonesia (Kompak Indonesia) yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum Adhitya Eka langsung melakukan pemantauan di kawasan hutan konversi yang berada di Lembanna setelah adanya laporan beberapa masyarakat terkait adanya seorang warga yang telah melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.
Adhitya mengatakan bahwa Ahmad diduga kuat telah melakukan perusakan kawasan konservasi di Taman Wisata Alam Malino, melakukan mengerjakan, menggunakan kawasan hutan secara tidak sah dan menduduki hutan secara tidak sah dan diduga kuat melanggar Pasal 40 Ayat 4 Jo. Pasal 33 Ayat 3 UndangUndang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemmya, dan/atau mengerjakan menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada 36 Angka 19 Pasal 78 Ayat 2 jo pasal 36 angka 17 pasal 50 ayat 2 huruf huruf a UndangUndang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aktivitas yang dilakukan oleh Ahmad dikawasan hutan konversi lembanna sudah sering mendapatkan peringatan dari pemerintah setempat melalui ketua RW H. Hasbullah dan telah mendapatkan teguran keras dari pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel, bahkan menurut warga setempat aparat dari Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi juga telah menegur dan memperingatkan Ahmad agar menghentikan aktivitas serta membongkar bangunannya, namun sampai hari Ahmad masih menduduki kawasan hutan konversi tersebut.
Satriani salah seorang warga setempat menyampaikan, lokasi yang dikalim Ahmad sebagai miliknya tersebut pernah menjadi obyek sengketa antara Muhammad dan Syamsuddin beserta Ahmad Triadi Syam namun gugatan perkara tersebut ditolak lantaran obyek sengketa adalah tanah milik negara dalam hal ini masuk dalam kawasan hutan konversi TWA Malino, sehingga pihak Muhammad sebagai penggarap pertama secara ikhlas menghentikan kegiatannya disana, namun Ahmad masih bertahan disana dan bahkan mengklaim kawasan tersebut sebagai miliknya dengan dasar SPPT PBB yang kini sudah dibatalkan oleh pemerintah.
Ketua Umum Kompak Indonesia yang ditemui awak media ini dengan tegas menagatakan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel tidak tegas dalam melakukan pengawasan dan Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi juga terkesan tidak berdaya untuk melakukan tindakan hukum terhadap Ahmad Tiadi Syam yang secara terang terangan telah melanggar UndangUndang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemmya, dan/atau mengerjakan menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Menurut pengakuan warga bahwa kasus ini sudah berjalan sekitar kurang lebih 8 bulan namun sampai berita ini releasse Ahmad Triadi Syam masih menduduki kawasan hutan konversi di area hutan pinus Lembanna sehingga ini diduga ada pembiaran terhadap peguasaan hutan konversi secara pribadi dan aparat tidak berdaya sehingga terkesan pelaku kebal hukum.
Adhitya meminta kepada Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi agar segera melakukan hukum kepada Ahmad Triadi Syam ” Buktinya sudah ada, Ahmad membangun rumah dan tinggal dikawasan hutan konversi tersebut, jadi tidak ada alasan bagi Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi untuk tidak melakukan upaya hukum, ini jelas karena bukti ada dan warga siap bersaksi ” tegas Adhitya.
Ketua Umum Kompak Indonesia menambahkan bahwa pihaknya akan melayangkan surat laporan kepihak Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi dan juga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terkait kasus ini.
“Kami akan melakukan pelaporan ke Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi dan juga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terkait kasus ini, kami juga akan memantau kasus ini hingga tuntas dan bila diperlukan kami akan melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Wilayah Sulawesi, agar kasus ini segera diproses sesuai hukum yang berlaku, agar kedepan tidak adalagi oknum oknum yang mencoba melakukan penguasaan hutan secara pribadi ” Ttutp Adhitya. (sam/mr)