MATARAKYAT.info, PINRANG | Abd. Hakim SE seorang warga mendatangi Mapolsek Pinrang sekitar pukul 15.25 WITA untuk melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan dalam sebuah surat pernyataan. (23/5/2023)
Saat tiba di Mapolsek Pinrang Abd. Hakim langsung menemui petugas SPKT yang saat itu diterima oleh Ka. SPKT Aiptu Fahrudfin dan menyampaikan perihal kedatanganya ke Mapolsek Pinrang.
Setelah didalam ruangan SPKT, Aiptu Fahruddin mengarahkan Abd. Hakim (Pelapor) ke 3 orang penyidik yang ada diruangan SPKT, kemudian dari hasil analisanya dikatakan bahwa laporan dugaan adanya pemalsuan tanda tangan yang dimaksud pelapor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut penjelasan 3 orang penyidik yang ada di ruangan SPKT Polres Pinrang bahwa surat pernyataan yang diduga dibubuhi tanda tangan palsu itu tidak mempunyai dasar hukum yang kuat karena tidak dibubuhi tanda tangan dari pemerintah setempat.
Sementara menurut Abd. Hakim, kedatangannya ke Mapolres Pinrang untuk melaporkan adanya dugaan pembuatan dokumen palsu dengan tanda tangan palsu bukan persoalan yang lain.
“Harusnya petugas penyidik itu fokus dengan apa yang mau saya laporkan bukan ke hal hal lain, intinya saya mau melaporkan dugaan pemalsuan tandan tangan yang melahirkan dokumen palsu, karena perbuatan itu perbuatan melanggar hukum (Pidana) ” jelas Abd. Hakim.
Seperti yang diatur dalam undang undang, tindakan memalsukan tanda tangan sudah jelas menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 ayat (1) KUHP yang mengatur mengenai hukuman bagi pemalsu tanda tangan dan berbunyi:
Barangsiapa membuat surat palsu atau memanipulasi surat, yang bisa mengeluarkan suatu hal hak, suatu hal kesepakatan (kewajiban) atau suatu hal pembebasan hutang, atau yang bisa digunakan sebagai info untuk suatu hal tindakan, bermaksud akan menggunakan atau memerintah seseorang dengan beberapa surat tersebut seakan-akan surat tersebut merupakan surat asli dan tidak dipalsukan, karena itu jika dalam penggunaannya dapat mendatangkan suatu hal yang menyebabkan kerugian maka dapat dijatuhi hukuman karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama 6 tahun.
Lebih lanjut, Abd. Hakim menyampaikan dari pemalsuan tanda tangan tersebut melahirkan tindak pidana pemalsuan surat dan tentunya itu juga melanggar hukum dan telah diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Abd. Hakim menambahkan bahwa setiap laporan masyarakat terkait persoalan hukum khususnya pidana dapat dilaporkan dikantor polisi terdekat sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007, termasuk ke wilayah administrasi yang berada di atasnya, seperti Polres, Polda, atau Mabes Polri.
“Dengan adanya penolakan laporan maka melanjutkan pelaporan ke Polda Sulsel untuk mendapatkan keadilan” pungkas Abd. Hakim. (sam/mr)