MATARAKYAT.info, MAKASSAR- Menjamurnya pedagang eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal, termasuk mereka yang mempergunakan nama Pertamini merupakan sebuah tontonan atas ketidak berdayaan PT. Pertamina dan APH (Aparat Penegak Hukum) dalam memberantas perdagangan BBM ilegal di Republik ini.
Keberadaan tempat usaha yang disebut dengan Pertamini itu usaha penjualan BBM ilegal. Tapi ironisnya lagi masih ada kalangan yang menganggap keberadaan pertamini membantu warga karena memudahkan mereka mendapatkan BBM.
Secara tegas Ketua Umum Kompak Indonesia (Koalisi Masyarakat Pemantau Korupsi Indonesia) mengatakan bahwa anggapan sebagian kalangan bahwa keberadaan pertamini membantu masyarakat itu adalah pernyataan keliru, karena dengan menjamurnya pertamini hingga ke pelosok desa kerap membuat BBM tertentu menjadi langka di SPBU akibat diborong oleh pengompreng yang menyalurkan BBM ke pengusaha pertamini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
” Terjadinya kelangkaan BBM jenis tertentu di SPBU karena diborong oleh pengompreng untuk disalurkan ke pengusaha pertamini ” jelas Adhitya. (28/3/2023)
Menurut pengiat anti korupsi Adhitya, kehadiran pertamini atau pom mini ini jelas sangat merugikan karena BBM dijual dengan harga diatas ketentuan, belum lagi alat pertamini tidak ada uji tera takaran.
“Coba bandingkan 1 liter BBM dari SPBU dengan 1 liter dari pom mini pasti takarannya jauh beda jelas ini merugikan konsumen ” tegas Adhitya.
Adhitya menambahkan bahwa pelaku pelaku usaha pertamini atau pom mini bukan barang yang sulit untuk ditertibkan karena ini kegiatan ilegal dan tentunya bisa di pidana sesuai hukum yang berlaku.
” Ngapain repot repot mencari pelaku penjualan BBM ilegal yang dilakukan diam diam, sementara yang terang terangan saja tidak bisa diberantas ” sebut Ketua Umum Kompak Indonesia.
Menurut Ketua Umum Kompak Indonesia kegiatan usaha minyak dan gas (migas) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Menjual bensin eceran seperti Pertamini termasuk ke dalam kegiatan usaha hilir karena bertumpu pada pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi menyimpulkan bahwa kegiatan usaha hilir harus dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dan bukan perorangan.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi menyimpulkan bahwa kegiatan usaha hilir harus dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dan bukan perorangan.
Usaha Pertamini jika tidak memiliki izin usaha bisa dikenakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) berupa:
1. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
2. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
3. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
4. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Sesuai dengan UU jelas apa yang dilanggar pertamini, yang jadi pertanyaan, kenapa tidak bisa ditindak? (irf/mr)