MR-JAKARTA | Terkait adanya beberapa saksi dari 14 saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang memberi kesaksian bohong dalam persidangan kasus Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum DPN PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc. MA, Advokat Senior, Saor Siagian, SH., MH mengatakan, Tim Penasehat Hukum (PH) bisa saja meminta Majelis Hakim untuk segera menyeret ke Pengadilan agar dipidana.
Hal itu diungkapkan Pengacara kondang Saor Siagian, SH., MH ketika media menanyakan soal bagaimana jika ada saksi-saksi yang memberi keterangan palsu dalam persidangan.
“Jika ada saksi yang memberi kesaksian yang tidak sesuai BAP alias memberi kesaksian bohong alias palsu, maka Tim Penasehat Hukum (PH) bisa saja meminta Majelis Hakim untuk segera menyeret saksi tersebut ke Pengadilan,” ungkap Saor Siagian, SH., MH melalui pesan WA, dari Amerika Serikat, Jum’at (10/06/2022) kepada awak media di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Saor Siagian, saksi yang telah disumpah tidak bisa berkata bohong dalam kesaksiannya, karena sudah ada BAP, kecuali justru BAP yang tidak sesuai fakta.
“Saksi yang telah disumpah, tidak bisa memberi kesaksian bohong, karena harus sesuai BAP. Tentu, perlu dicermati juga, apakah keterangan yang diberikan saksi yang justru sesungguhnya dan sesuai logika hukum, atau penyidik yang membuat BAP yang melakukan kebohongan ,” tandas pengacara kondang Saor Siagian, SH., MH.
Dikatakan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (IKA UKI) ini, keduanya bisa diproses secara hukum.
“Yang jelas, jika saksi maupun penyidik melakukan kebohongan, maka salah satu dari yang melakukan kebohongan tersebut, bisa dipidana,” pungkas Ketua Umum IKA UKI.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H mengatakan, berdasarkan keterangan para saksi di persidangan-persidangan sebelumnya, terlihat jelas sejumlah perbedaan mendasar antara keterangan faktual di dalam persidangan dengan keterangan para saksi dari JPU di BAP masing-masing.
“Begitu banyak perbedaan antara keterangan di persidangan dengan yang ada di Berita Acara Pemeriksaan. Banyak kejanggalan dan informasi yang tidak singkron satu dengan lainnya, bahkan terdapat kebohongan yang masif terjadi di kasus yang melibatkan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke dan kawan-kawan ini,” ungkap Ujang Kosasih usai persidangan ke-8 di PN Sukadana, Lampung Timur, Selasa (07/06/2022).
Sebab itu, pihak Ujang Kosasih, SH meminta Majelis Hakim yang menyidangkan kasus tersebut agar memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi verbalisan, yakni para penyidik dari Polres Lampung Timur untuk diperiksa dan dikonfrontir di persidangan berikutnya (sidang ke-9 – red), pada hari Senin, 13 Juni 2022.
“Kami dari Tim PH sejak sidang pertama, secara terus-menerus setiap akhir sidang, meminta agar Majelis Hakim menghadirkan saksi verbalisan. Melalui pemeriksaan saksi verbalisan, yakni para polisi yang memeriksa atau menyidik para saksi, nanti kita dapat mengetahui siapa yang berbohong, apakah saksi ataukah polisi yang sengaja merekayasa isi BAP tersebut,” jelas Ujang Kosasih didampingi rekan satu Tim PH, Advokat Heryanrico Silitonga, S.H., T.L.A., C.L.A.
Dari pantauan media di ruang sidang pada persidangan ke-8, Selasa, 7 Juni 2022, ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, S.H., M.H., sudah memerintahkan JPU agar menghadirkan saksi verbalisan di persidangan berikutnya.
“Sebelum menutup sidang tadi, Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU agar menghadirkan saksi verbalisan, yakni para penyidik dari Polres Lampung Timur di persidangan berikutnya,” beber Ujang Kosasih.
Ditanya terkait apabila terbukti bahwa ada saksi yang memberikan keterangan palsu apakah langsung ditahan, Ujang Kosasih dengan santai menjawab bahwa hal itu sudah diatur dalam Pasal 242 KUHP.
“Terkait apakah langsung ditahan, dan bagaimana teknisnya, itu adalah kewenangan Majelis Hakim. Bisa saksi, bisa penyidik yang bohong atau merekayasa keterangan di BAP. Salah satu diantaranya hampir pasti diduga berbohong, dan bisa langsung ditahan,” tegas Ujang Kosasih
Diketahui, kasus Wilson Lalengke dan kawan-kawannya (Edy S dan Sunarso-Red) sebenarnya hanya kasus tipiring, karena merobohkan papan bunga yang dipajang di halaman luar Polres Lampung Timur, tapi tidak mengalami kerusakan. Papan bunga itu bertuliskan Ucapan Selamat & Sukses kepada Tekab 308 Polres Lampung Timur, yang menangkap wartawan yang dituduh pemeras, M. Indra, yang tak lain adalah anggota Wilson Lalengke, pengurus PPWI Lampung Timur.
Namun, kasus ini digiring Polres Lampung Timur menjadi kasus yang sangat besar, dengan 3 (tiga) pasal berlapis yaitu pasal 170, 406 dan 335 KUHP. Kasus yang terkesan dipaksakan ini akhirnya menimbulkan kecurigaan banyak pihak, karena diduga kuat, ada oligarki hingga Dewan Pers melakukan tekanan, hingga banyak kejanggalan. (Tim Media Group PPWI)