MR-JENEPONTO | Proyek pembangunan Unit Pengolah Hasil (UPH) Lontar di Kabupaten Jeneponto terkesan mubazir dan membuang-buang uang Negera. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutive Kompak Indonesia usai mengunjungi salah satu UPH Lontar di Kelurahan Pabiringa, Kec. Binamu, Kabupaten Jeneponto, Senin (6/6/2022).
Direktur Eksekutif Kompak Indonesia, Adhitya Eka secara tegas mengatakan proyek pembangunan 3 unit UPH Lontar di Kabupaten Jeneponto T.A. 2021 yang menelan anggaran Miliaran rupiah diduga kuat hanya membuang-buang uang negara, pasalnya 3 UPH Lontar tersebut sama sekali tidak mempunyai asas manfaat terhadap petani gula merah di Kabupaten Jeneponto.
Fakta yang terjadi dilapangan sangat berbanding terbalik dengan penjelasan salah satu ketua kelompok penerima manfaat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ditemui diruang kerjanya Kabid Perkebunan, Nasdir, menjelaskan bahwa UPH Lontar tersebut adalah sebuah terobosan baru bagi petani gula merah di Jeneponto, karena dengan keberadaan UPH tersebut nantinya akan menaikkan pendapatan petani dalam hal penjualan. Disamping itu produksi dapat lebih higienis dan biaya produksinya jauh lebih murah disbanding dengan cara tradisional yang dilakukan oleh petani selama ini, sisa bagaimana kita merubah mindset petani, ujar nasdir berapi-api dihadapan Direktur Eksekutive Kompak Indonesia dan awak media.
Sementara itu salah satu Ketua kelompok penerima manfaat yakni Kelompok Tani Cahaya Reski, Herman, saat ditemui di UPH Lontar, Kelurahan Pabiringa, Kecamatan Binamu, Jeneponto menyampaikan bahwa UPH Lontar yang dikelola bersama anggota kelompoknya tersebut tidak dapat memberikan keuntungan secara maksimal apabila melakukan produksi gula merah dengan menggunakan alat produksi yang ada di UPH Lontar tersebut dan bahkan merugi.
Herman saat ditanyai oleh awak media terkait kerugian saat menggunakan alat produksi yang ada di UPH tersebut menjelaskan “ saya sudah 4 kali mencoba dengan alat yang diberikan ini pak dan sampai sekarang belum tau bagaimana caranya bisa untung pak, contohnya pak seprti mi yang kita lihat sekarang, saya beli bahan baku gula merah (Nira Lontar) dari anggota kelompok itu seharga 100 ribu untuk 20 liter dan tabung gas sebanyak 2 buah (3 Kg) dengan harga 48ribu jadi biayanya sudah 148ribu pak, sementara hasil dari produksi tersebut hanya menghasilkan 4 biji gula merah dengan harga 12 ribu satu biji pak, jangan mi saya sebutkan berapa kerugiannya pak kita mi saja yang hitung, mana mi lagi tidak ada listriknya jadi mesin pengaduk tidak bisa dipakai dan harus diaduk sendiri pak “ jelas Herman.
Dari penuturan Ketua Kelompok Tani Cahaya Reski tersebut sangat jelas keberadaan UPH Lontar tersebut tidak ada asas manfaatnya terhadap petani gula merah dan dari penyampaian Herman bahwa 2 UPH Lontar sama sekali tidak pernah digunakan oleh kelompok penerima manfaat.
Jadi keberadaan UPH Lontar tersebut menurut Direktur Eksekutive Kompak Indonesia perlu dipertanyakan lagi dan kami juga meminta kepada Kabid Perkebunan, sebagai seorang ejabat publik agar dalam menyampaikan informasi kepada publik harus valid khususnya terkait dengan UPH Lontar tersebut, bukan berasumsi semata karena apa yang dijelaskannya sangat berbeda dengan kenyataan dilapangan.
UPH Lontar dialokasikan di tiga titik, yakni. Kelurahan Panaikang, Kecamatan Binamu, Kelurahan Pabiringa, Kecamatan Binamu dan Kelurahan Turatea Timur, Kecamatan Tamalatea yang bersunmber dari anggaran APBN tahun 2021.
Nomor kontrak: 06/SP/P2HP/APBN.TPHBUN/X/2021. Dengan waktu pelaksanaan, 55 (Lima puluh lima) hari kelender. Nilai kontrak, Rp.457.910.000 dan selaku penyedia jasa CV. Sulolipu.
Adhitya juga menegaskan bahwa lembaganya akan terus memantau kegiatan di UPH Lontar tersebut karena dalam waktu dekat dapat diprediksi UPH Lontar tersebut dipergunakan lagi dan petani kembali melakukan produksi gula merah dengan cara tradisional yang jauh lebih menguntungkan petani.
Direktur Eksekutif Kompak Indonesia menegaskan bahwa pembanugunan UPH Lontar adalah proyek mubazir dan pemborosan keuangan Negara serta akan berdikusi bersama tim hukum lembaganya untuk kelanjutan UPH Lontar tersebut, karena diduga ada yang tidak benar dari pebangunan UPH tersebut, salah satunya adalah bangunan yang dilengkapi dengan instalasi listrik serta alat yang harus menggunakan listrik namun UPH tersebut tidak dilengkapi dengan listrik, ini khan Aneh? tutup Adhitya. (HUSNI MUBARAK)