MATARAKYAT. info | Perdebatan itu dimulai dari Partai politik peserta pemilu 2024. Awal mula kisah ini dibangun oleh partai pemenang 2019. Awalnya hanya ada satu matahari di partai pemenang tesebut, seiring berjalannya waktu, matahari lain muncul.
Kekalahan pada pilihan presiden 2024 menjadi bahan diskusi di ruang publik. Acuan ini menjadi alasan penting untuk melakukan hak angket yang dikarenakan ada persoalan yang harus di usut oleh anggota legislatif terpilih 2019.
Pemerintah, dalam hal ini presiden, tertuduh menjadi biang keladi dalam proses pilihan presiden selanjutnya. Cawe-cawe kata yang di sematkan pada presiden yang ikut berkampanye untuk salah satu Pasangan calon presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apa sebenarnya yang akan dibuktikan dalam hal angket, itu menjadi pertanyaan mendasar dalam masyarakat luas. Apakah hak angket hanya mengusut proses pilihan presiden dan tidak menyelidiki proses pemilihan legislatif. Ada dua hal yang harus di selidiki prosesnya dan kedua hal itu apakah bisa di pisahkan, karena kepentingannya berbeda.
Keseluruhan pertanyaan diatas harus di jawab oleh pemohon hak angket, atau fraksi pengusung hak angket.
Pertama, hak angket hanya bisa dilakukan jika memenuhi persyaratannya yaitu, Hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.
Secara normatif aturan itu mengatakan itu, tetapi kembali lagi dalam sudut pandang politiknya, hak angket hanya bisa di lakukan jika para Korea (Para Tuhan dalam politik (ketua umum partai), harus menyetujuinya dan tidak boleh berbenturan dengan kepentingan politiknya, apalagi jika memiliki kepentingan yang menyangkut bisnis sang Korea-Korea tersebut.
Kedua, para Korea (ketua umum partai) harus mempertimbangkan kepentingan khususnya, selain soal bisnis, ada hal lain yang harus di perhatikan, misalnya soal masa depan partai (Tidak betah menjadi oposisi), menjadi oposisi adalah hal yang berat dikarenakan hanya partai yang memiliki ideologi kokoh yang mampu melakukannya. Partai politik yang berani melakukan oposisi, hanya partai yang memiliki basis kader yang betul-betul sudah tertanam tujuan partai itu sendiri dalam hal ini, ideologi.
Ketiga, partai politik mempunyai hitungannya sendiri, karna tiap partai pasti mempunyai kalkulasi untuk pemilu berikutnya dan tidak stagnan pada pemilu sekarang. Seorang ketua umum partai politik harus berpikiran revolusioner, selain kepentingan pribadinya, kepentingan keberlangsungan partai juga perlu di perhatikan, agar para kader tetap bisa bertahan dan tidak terjadi politik kutu loncat (kader yang biasa pindah-pindah partai politik) dan biasanya politisi yang seperti ini tidak pernah memiliki ideologi yang pasti atau memiliki banyak ideologi.
Keempat, dalam dunia ilmu politik berbeda dengan dunia Hukum, apalagi soal Hukum Tata Negara. Perbedaan keduanya terletak pada cara berpikir keduanya. Dalam Hukum Tata Negara misalnya, kita di tuntut untuk berpikir normatif. Sedangkan dalam ilmu Politik, kita selalu melihat dalam banyak sudut pandang, bahkan sudut pandang Tuhan dan setan itu adalah dua hal yang masing masing harus menjadi bahan pertimbangan atau variabel pendukung.
Kelima, ilmu Politik tidak boleh stagnan dalam lingkungan yang tidak sehat, lingkungan yang tidak sehat itu harus di perbaiki, jika tidak pilihannya hanya ada dua, pertama, perbaiki dan kedua meng-cut lingkungan itu.
Terakhir, Hak angket dalam perspektif ilmu politik tidak memiliki jawaban seperti ilmu Matematika yang pasti, tetapi akan memunculkan jawabannya sendiri.
Karya Tulis : Dodi Pratama Putra
Penulis : Dodi Pratama Putra
Editor : Ikbal