MATARAKYAT.info, MAROS | Gugatan yang didaftarkan pada TUN Makassar pada Jum’at, 19 Juni 2024 dengan nomor perkara: 68/G/2024/PTUN.MKS, yang digugat oleh 3 partai yaitu Partai Keadilan Sejahtra (PKS), Partai Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kab. Maros yang diwakili oleh masing masing ketua dan sekretaris partai dan pada Selasa 13 Agustus 2024 akan dilakukan pemeriksaan persiapan lanjutan.
Bahwa terdaftarnya gugatan tersebut menjelaskan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pihak KPU Kab. Maros, bahwa merujuk pada Undang – undang no 9 tahun 2004 Tentang Perubahan atas undnag – undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang peradilan Tata Usaha Negara pada pasal 53 ayat (2) a, Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pasal 53 ayat (2) b. Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dampak yang terjadi dengan adanya gugatan ini dimungkinkan adanya penundaan pelantikan terhadap calon terpilih, karena dalam gugatan tersebut menyampaikan bahwa dalam provisinya untuk menunda ke – 7 calon anggota DPRD Kab. Maros Tahun 2024 hingga dikeluarkannya keputusan baru TENTANG PENETAPAN CALON TERPILIH ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAROS DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2024 yang dilakukan oleh KPU Kab. Maros. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan undang – undang No 5 Tahun 1986 pasal 67 ayat (2) yang berbunyi “ bahwa Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini terjadi akibat pelanggaran faktual yang dilakukan oleh KPU Kab. Maros, KPU Kab. Maros dinilai mengabaikan perintah Undang – undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pada pasal 10 ayat 7 tentang Keterwakilan Perempuan “paling sedikit” 30 persen.
Merujuk pada ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang telah diajukan judicial review. Berdasarkan putusan Nomor 24P/HUM/2023, Menyatakan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas” sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi: Pasal 8 ayat (2) : “Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas”
Maka keseluruhan pencalonan DPRD Kab. Maros harus mensyaratkan paling sedikit 30 persen setiap dapil dan partai tersandung dalam masalah hukum ini tentunya telah mengetahui hal tersebut. KPU Maros dalam tanggung jawab sepenuhnya dikarenakan KPU Maros sebagai pelaksana Undang-Undang.
Dampak hukum yang lebih luas, berdasarkan tafsir futuristik penulis ialah pembatalan surat Keputusan tersebut apabila gugatan ini dikabulkan. Maka dampaknya ialah perombakan daftar calon terpilih dari 3 Dapil di kabupaten Maros, tentunya ini sangat merugikan bagi caleg yang telah terpilih dikarenakan dari kesalahan admnistrasi yang ada sehingga membatalkan partai maupun caleg untuk menempati posisi yang diinginkan.
Perkara serupa juga terjadi pada Provinsi Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dengan gugatan kepada KPU Kab. Boalemo, dikarenakan isu tentang keterwakilan perempuan, tetapi gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil sehingga gugatan tersebut dismissalnya ditolak, beda halnya pada Gugatan ke KPU Kab. Maros ini, yang telah berada pada tahap pemeriksaan persiapan yang telah melalui pendaftaran perkara dan diterima dismissal sehingga penulis berkesipulan syarat formil dari penggugat telah terpenuhi dan akan memasuki tahap persidangan.
Mosi tidak percaya ini dilayangkan oleh Ketua HPPMI Maros Komisariat UMI, Muh. Iqbal dikarenakan dugaan adanya pelanggaran secara faktual yang dilakukan oleh KPU Maros, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang mencakup sipil dan politik baik perorangan (caleg) maupun badan hukum (Partai). Muh Iqbal menyatakan bahwa perlunya perbaikan Institusi Pelaksana Undang-Undang yang tegak lurus pada aturan, jangan yang melanggar atau mengabaikan perintah Undang-Undang. (@_mr)
Penulis : Samsir Anca
Editor : Adhitya Eka